Skip to main content

MAMPIR KE MESJID JOGOKARYAN


Semalam di Jogja

Jumat siang, aku mantapkan langkah kaki menuju stasiun. Jogja, kota tujuanku kali ini. Kota yang amat ku rindu. Walaupun nenek moyangku orang Jogja, tapi sudah tak ada keluarga yang menetap di Jogja, temanpun tak ada, yang ada hanya kenangan yang melekat, kenangan tentang apa?, macam-macamlah :p

Keretapun melaju, berangkat tepat waktu jam 12.30, sampai insyaallah jam 10 malam di Jogja.
Di sampingku duduk seorang bapak separuh baya, sepertinya sedang video call dengan istrinya. Dari perbincangan singkat kami, si bapak ternyata tinggal dan kerja di Jakarta. Keluarga, istri dan anak2nya menetap di Jogja. Si bapak pasti menantikan setiap jumat siang, dimana ia bisa pulang ke kotanya membawa segenap rindu pada istri dan anak. Buktinya, saat video call tadi, ia terlihat sumringah, mengatur posisi duduk sedemikian rupa dan memperlihatkan suasana sekitar. Aku melirik dengan sudut mata, Ah, pasti ia rindu sekali sang istri.

Dibangku seberang sebelah kanan, duduk satu keluarga, suami istri dan satu anak yang bicaranya masih cadel. Si Anak bertemu dengan anak2 lainnya di kereta ini. Merekapun langsung saja akrab dan asyik bermain. Dari sudut mataku dan sesekali aku menoleh ke suami istri itu, mesra. Sang suami merangkul istri, sambil berbincang. Sang istri menyandarkan kepalanya dibahu suami. Entah perbincangan apa, sebab bunyi gemuruh kereta tak bisa menangkap obrolan di bangku seberangku. Eh, tapi bukan maksud untuk menguping pembicaraan mereka, hanya penasaran saja, bahan obrolan apa saja sih yang bisa bikin sang istri cekikikan begitu. Ah, sudahlah...

Sampai di stasiun tujuanku, aku langsung menuju Malioboro, entah apa yg kucari, sekedar mengumpulkan kenangan yang berserak dan ingatan masa lampau yang terlintas. Berkeliling menyusuri Malioboro yang tetap eksotis. Memotret malam indah di Jogja. Memotret kisah warga Jogja yang ramah. Hakikatnya hidup seperti itu bukan?, memotret sekitar untuk sekedar disimpan dan dikenang, atau diambil pelajaran untuk masa yang entah sampai kapan.

Melanjutkan perjalanan malam ke Jogokaryan. Diantar oleh bapak tua penarik becak. Pilihanku jatuh pada becak, supaya dapat  menikmati suasana dan angin malam. Tak ada rasa kuatir walau sudah tengah malam. Si bapak memberiku rasa aman, dengan diselingi kisahnya tentang sang istri. Ia terpaksa bercerai karena tuntutan sang mertua yang tak mau terus menerus punya menantu tukang becak. Ia tetap mencari nafkah dengan menarik becak untuk mengirim uang ke istri dan anaknya. Walaupun aku tak tega, disela nafasnya yg tersengal-sengal karena menggenjot becak, tanpa aku tanya... si bapak tetap saja sukarela bercerita.

Akhirnya, aku "terdampar" di kampung Ramadhan Jogokaryan. Memasuki jalan panjang yang lengang. Di depan mesjid dihias warna warni penanda suasana hati bahagia warga Jogokaryan selama bulan Ramadhan. Mesjid Jogokaryan sudah sepi malam ini, hanya ada beberapa orang yang bertafakur, berdiskusi dan merapikan mesjid.

Teringat kata-kata Ustad salimahfillah dalam postingan artikelnya tentang mesjid Jogokaryan:

" Hati imani yang bersukacita memenuhi panggilan Allah berketaatan, sesekali perlu dikuatkan dengan zhahir yang menggambarkan kegembiraan dan keceriaan. Ia mengiringi berbagai kegiatan lain yang juga membahagiakan. Ta'lim amat indah, pula didukung 1200-1500 porsi ifthar yang menentramkan berbuka. Tarawih amat nikmat, pula didukung bacaan tartil merdu para Imam & tempat yang nyaman. Tilawah amat agung, pula didukung subsidi sahur bagi mereka yang banyak bersabar. Adalah tugas besar kita; menjadikan segala ketaatan dan ibadah kepada Allah itu nikmat pula indah, dan biarlah maksiat serta kemunkaran terlihat usang, konyol, lagi menjemukan."

Begitulah mesjid Jogokaryan, mesjid yang layak jadi percontohan, walau dari sisi bangunan, masih terbilang sederhana.

Malam kian larut, namun tak sedikitpun kantuk...

Sometimes, you just need abreak, in a beautiful place, alone, to figure everything out.

#latepost




Most Popular Posts

HANEDA

Setiba di bandara Haneda, Yuki bergegas menyalakan hp nya, tak sabar untuk memberi kabar sukacita kepada Kato bahwa dirinya selamat sampai tujuan, tanah kelahirannya, Jepang. Tak perlu waktu lama untuk menyadari, bahwa ternyata tak ada lagi akses komunikasi ke Kato. Seketika... dejavu... Yuki mengetahui apa yang telah terjadi. Perpisahan yang dimaksud itu adalah saat ini. Walau rasanya kecupan dikening saat Kato melepas dirinya di bandara soeta masih dalam hitungan menit. Terbenam dalam lamunan, "mungkin banyak kesalahanku, hingga kebahagiaan yang kurasa selama bersamanya hanya pantas sesaat, atau ketidaksanggupannya berhubungan jarak jauh dan menungguku..." tutur Yuki dalam hati. Haneda pagi itu lapang, tak selapang hatinya...."ijinkan aku kembali atau membawamu kesini, mungkin saat ini hanya daun maple warna warni yang berguguran, tapi suatu saat nanti sakura bermekaran"               ...

Ancaman Miras Terhadap Generasi Muda, Waspada!

  Emosi, geram merupakan bentuk keprihatinan yang berujung kesedihan mendalam bagi siapa saja yang menyaksikan anak-anak bangsa merengang nyawa akibat setenggak dua tenggak miras oplosan. Cukup sering kita disuguhkan berita seperti itu dari bumi pertiwi, dan belum lama ini terjadi di daerah Jawa Barat. Korbannya tidak hanya satu atau dua tapi ratusan. Seberapa jauh anak-anak muda itu mengetahui bahaya miras tersebut yang dapat menyebabkan kematian?. Terlepas dari jawaban mereka, lalu atas dasar itu pula, siapakah yang bertanggung jawab?.

Tak Akan Selamanya

"Tak akan selamanya". Kata-kata itu aku kutip dari syair lagu sebuah band di Indonesia. Entah bait apa selanjutnya, tak begitu jelas dan aku tak begitu peduli. Hanya potongan kalimat itu yang paling menyentuh. Lalu aku hubungkan dengan kehidupan setelah mati... Pada akhirnya, kehidupan dunia akan kita tinggalkan, kecuali 3 perkara yang akan tetap melekat. Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu , ia berkata bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ “ Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan , atau do’a anak yang sholeh ” (HR. muslim)i : Hadist tersebut dijabarkan sebagai berikut : Sedekah jariyah , contohnya membangun masjid, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam iba...