Skip to main content

Untukmu,...Tentang Perempuan Melawan Kekerasan Seksual




            Aku persembahkan tulisan ini bagi setiap perempuan dimanapun berada. Khususnya bagi perempuan yang mengalami pengalaman pahit dalam episode hidupnya, antara lain kasus kekerasan seksual. Sebagian perempuan yang menjadi korban berujung depresi dan trauma seumur hidup, sebagian lagi mampu lebih tegar dan bangkit dalam waktu yang tidak sebentar.

 Berat, ringan atau bagaimanapun kasus kekerasan yang dialami olehmu terangkum dalam beragam definisi. Menurut Centers For Disease Control (CDC,2014),  kekerasan seksual terbagi dalam empat tipe, yaitu: 1. Tindakan seksual yang komplit (persetubuhan) tanpa persetujuan salah satu pihak (contohnya kasus perkosaan); 2. Percobaan tindakan seksual (belum sampai terjadi persetubuhan) tanpa persetujuan salah satu pihak; 3. Kontak seksual secara kasar (sentuhan yang tidak diinginkan); 4. Pelecehan seksual tanpa kontak (contoh: ancaman kekerasan seksual, exhibitionism, pelecehan seksual melalui verbal atau tingkah laku).
Sebagai bentuk keprihatinanku atau sebutlah sebagai rasa geramku, aku ingin bersamamu melawan segala bentuk kekerasan seksual. Karena bagiku, setiap perempuan sungguh berharga, hingga tidak ada seorangpun atau apapun yang layak merenggut segala pesonamu, keindahan atau kelunakan yang melekat padamu hingga segala kebahagian dan keceriaan yang pernah ada.
Pertama, aku ingin menyampaikan bahwa engkau tidak sendiri, masih banyak disekitarmu yang peduli. Lupakan, apabila kau memandang diri sendiri sebagai orang yang sudah tidak punya arti dan hina. Singkirkan segala pikiran negatif yang semakin membuatmu terbelenggu. Kau boleh sesaat menangis dan merintih perih, lalu kau segera mencari solusi untuk bangkit.
Opini masyarakat sempat berkembang bahwa kasus itu terjadi atas sebab pengaruh dirimu sendiri atau sebagian dari mereka tega menghujatmu sebagai faktor pencetus. Stigma membuat pikiranmu semakin keruh, tak mampu bertindak atau bergerak. Kau pasrah sebelum berjuang untuk melawan segala kebusukan. Kau bungkam sebagai  korban,  hingga kau tak mampu berlaku adil terhadap dirimu sendiri. Akhirnya, manusia-manusia biadab sebagai pelaku itu dapat beraksi kembali.
Kau harus membangun keberanian untuk bercerita tentang kasusmu. Perilaku asertif harus ada pada dirimu. Asertif  menurut Alberti dan Emmons (2002) yaitu perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.
Pihak pertama yang dapat kau hampiri untuk meminta bantuan adalah tentu keluarga terdekatmu. Lalu sahabat atau tetangga yang kau anggap lebih peka dan dapat dipercaya. Bukan sekedar orang yang hanya  memandang belas kasih padamu tanpa mampu memberi jalan keluar, tetapi seseorang yang dapat membawamu mengadu ke lembaga masyarakat terkait dan  dapat menjadi pendamping atas kasus kekerasan seksual atau langsung membawamu melapor kepada pihak berwenang yaitu kepolisian. Dalam kondisi kekalutan dan kebingunganmu, sepantasnya ada orang yang mengingatkan agar jejak kekerasan ditubuhmu itu jangan hilang terhapus waktu, maka segeralah melapor. Peran visum amat penting sebagai bukti mengungkap kasus kekerasan seksual.
Kedua, setelah cukup keberanianmu menuju pihak kepolisian, jangan pernah gentar untuk terus bertahan. Kadang, ada situasi yang mungkin menggoyahkanmu atas perlakuan oknum di kepolisian yang menginterogasimu bagai seorang pesakitan, tanpa empati dan perhatian. Masih ada pula oknum yang berlaku tidak obyektif, sekalipun mereka adalah pihak berwenang. Hal itu terjadi karena mereka memandang secara kasta siapa pihak pelapor dan siapa pihak pelaku yang tertuduh.
Sungguh tidak adil buatmu, apabila pihak pelaku tersebut adalah orang terpandang dan banyak harta, bukan mustahil pihak pelaku justru mendapat perlakuan istimewa. Apalagi jika tidak terdapat bukti kuat atau bukti sulit didapat. Pada akhirnya, laporan kasus tersebut terkatung-katung tanpa ada titik terang, sementara identitasmu telah tersebar oleh media yang tidak bertanggung jawab. Lalu, dimana hati nurani dan kemana lagi kau akan mencari keadilan?. Tenanglah, itu hanya oknum, apabila hal seperti itu terjadi, orang yang mendampingimu tentu tidak akan tinggal diam dan tetap membelamu.
Ketiga, sudah seharusnya ada mekanisme peradilan yang baku dan perlindungan berupa undang-undang nasional yang adil dan efektif terhadap kasus kekerasan seksual bagi perempuan. Setiap negara mempunyai kebijakannya sendiri dalam memberi hukuman kepada pelaku, mulai belasan tahun penjara, puluhan tahun hingga hukuman mati atau seumur hidup. Seberapa jauh hukuman itu dapat memberi efek jera, tentu akan berkorelasi dengan angka kejadian kasus kekerasan seksual yang terjadi tahun demi tahun. Menurut laporan komnas perempuan  tahun 2014, ada peningkatan kasus kekerasan seksual. Walaupun banyak faktor yang dapat menentukan peningkatan angka kejadian tersebut, salah satunya yaitu kesadaran para perempuan untuk melapor.
Sementara itu payung hukum yang tertuang dalam KUHP harus diperjelas atau bahkan direvisi mulai dari setiap definisi tentang kekerasan seksual itu sendiri dan disesuaikan dengan perkembangan jaman atas keilmuan yang ada. Bukan tidak mungkin apabila hukuman seberat-beratnya dijatuhkan bagi pelaku berupa hukuman seumur hidup atau hukuman mati, sebab dampak yang diderita korban juga akan ditanggung seumur hidupnya dalam kubangan penyesalan bahkan  anggapan sebagai aib.
Keempat, tindakan  pencegahan kekerasan seksual. Setiap institusi atau lembaga yang berkaitan dengan perempuan hendaknya bergerak lebih aktif keseluruh penjuru untuk mengkampanyekan anti kekerasan seksual. Lalu, tersedia akses dalam mencari perlindungan bagi perempuan yang rawan terpapar kekerasan seksual, termasuk  para tuna wisma. Selain itu setiap lapisan masyarakat diharapkan dapat membantu setiap gerakan anti kekerasan dalam berbagai kontribusinya.
Tindakan pencegahan lainnya antara lain mulailah belajar ilmu bela diri sebagai bekal pertahanan dan perlawanan terhadap pelaku. Walaupun penyandang disabilitas, keterbatasan fisik nan rentanpun kerap menjadi sasaran kekerasan, tetapi mekanisme pertahanan diri harus tetap dimiliki.
          
            Pada akhirnya, mari kita berusaha untuk menjaga dari kehancuran eksistensi perempuan itu sendiri, dan mari bekerja sama untuk memperkokoh peran perempuan yang amat penting dalam membangun sebuah peradaban.                                                                                                                

*Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba yang diadakan oleh @ippi_indonesia dengan hastag #PerempuanDanKekerasan

“Lomba Blog Ikatan Perempuan Positif Indonesia, IPPI - 2014”.


www.ippi.or.id
 
                                         
  



Comments